Wednesday, January 2, 2019

Contoh Teks Pembawa Acara / MC (Master of Ceremony)


            Yang terhormat Bapak Kepala Sekolah, Bapak Ibu guru serta para karyawan. Teman-teman kelas 7, 8, dan 9 SMPN 1 Bangsa yang saya sayangi.
Assalamu’alaikum Wr.Wb

            Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada kita semua. Tak lupa salawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sehingga pada kesepatan ini, kita dapat berkumpul menghadiri acara sosialisasi persiapan Ujian Akhir Sekolah tahun pelajaran 2011/2012 di SMP Negeri 1 Bangsa yang insyaAllah akan diisi oleh Bp Prof. Dr. H. Sutris S.Ag.
Sebelum acara dimulai, saya akan membacakan susunan acara, yaitu :

1.     Pembukaan
2.     Sambutan Bapak Kepala Sekolah
3.     Sambutan Perwakilan guru
4.     Sosialisasi dan doa
5.     Lain-lain
6.     Penutup

            Marilah acara pada kesempatan ini kita awali dengan mengucapkan basmallah bersama-sama
Bismillaahirrahmannirrahim...

            Bapak Ibu guru serta teman-teman, demikian tadi sedikit pembukaan dari saya. Kemudian acara yang kedua yaitu sambutan dari Bapak Kepala Sekolah. Kepada Bapak Djono, dipersilahkan.


Terimakasih kepada Bapak Kepala Sekolah atas sambutan yang disampaikan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Baiklah, selanjutnya sambutan dari perwakilan guru SMP Negeri 1 Bangsa yaitu Bapak Tono. Kepada Bapak Tono dipersilahkan.

Terimakasih atas sambutan yang disampaikan oleh Bapak Tono. Semoga dapat bermanfaat bagi kita.

            Bapak Ibu guru serta teman-teman, tibalah kita pada acara puncak yaitu sosialisasi persiapan Ujian Akhir Semester tahun 2011/2012 yang akan diisi oleh Bapak Prof. Dr. H. Sutris S.Ag. Kepada Bapak Sutris dipersilahkan


            Demikian tadi pengajian dan doa bersama yang telah dilaksanakan oleh Bapak Sutris. Semoga apa yang beliau sampaikan dapat memberi semangat kepada kita semua dalam menghadapi UAS yang sebentar lagi akan dilaksanakan.

Bapak Ibu guru serta teman-teman, tibalah kita pada acara yang terakhir yaitu penutup. Sebelum acara kami tutup, perkenankanlah terlebih dahulu saya selaku pembawa acara memohon maaf apabila dalam membawakan acara ini banyak salah kata maupun perbuatan. Dan marilah acara kita tutup dengan mengucapkan hamdallah bersama-sama.

Alhamdulillahirrobil’alamin..

Terimakasih, wabilahitaufik walhidayah


Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Parafrasa Tembang GAMBUH Macapat

Parafrasa Tembang Gambuh

sekar gambuh ping catur = Sekar gambuh pola yang keempat
kang cinatur polah kang kalantur = yang menjadi bahan perbincangan adalah perlaku yang tidak teratur
tanpa tutur katula tula katali = tidak mau mendengar nasihat
kadaluarsa katutuh = semakin lama semakin tak terkendali
kapatuh pan dadi awon = hal ini akan berakibat buruk

Maksud dari tembang ini adalah memberi penjelasan, tembang Gambuh juga menyiratkan satu sisi tentang ketergantungan manusia kepada manusia lain. Manusia memerlukan figur lain dalam membentuk kepribadian diri yang baik dan mantap. Orang tua, guru, ulama merupakan sosok yang paling ideal dan cocok dalam menanamkan  proses menuju kemandirian dan pendewasaan diri.

Tembang ini penuh  berisi petunjuk-petunjuk dan nasehat kepada generasi muda tentang pentingnya menghormati serta menghargai orang lain, terutama kepada orang yang lebih tua dari kita. Bentuk penghargaan dan penghormatan dengan jalan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, semua  ajaran yang diberikan, perintah dan petuah yang berkaitan dengan proses menuju arah kebaikan.



Sumber : http://doyoucandoit.blogspot.com/2013/04/arti-tembang-macapat-gambuh.html

Tuesday, January 1, 2019

Aliran Ortodox dalam Sejarah Filsafat India


ALIRAN ORTODOX
Filsafat India

A.     Macam-macam Aliran Ortodox

1.      Nyaya
2.      Samkhya
3.      Mimamsa
4.      Vaicecika
5.      Yoga
6.      Wedanta

B.     Pembahasan

1.      Nyaya
Pendiri ajaran ini adalah ṛṣi Gautaman juga dikenal dengan nama Akṣapāda dan Dīrghatapas, yang menulis Nyāyaśāstra atau Nyāya Darśana yang secara umum juga dikenal sebagai Tarka Vāda atau diskusi dan perdebatan tentang suatu Darśana atau pandangan filsafat kurang lebih pada abad ke-4 SM, karena Nyāya mengandung Tarka Vāda (ilmu perdebatan) dan Vāda-vidyā (ilmu diskusi).
Sistem filsafat Nyāya membicarakan bagian umum darśana (filsafat) dan metoda (cara) untuk melakukan pengamatan yang kritis. Sistem ini timbul karena adanya pembicaraan yang dilakukan oleh para ṛṣi atau pemikir, dalam usaha mereka mencari arti yang benar dari ayat-ayat atau śloka-śloka Veda Śruti, guṇa  dipakai dalam penyelenggaraan upacara-upacara yadña. Terdiri dari dari 5 Adhyāya (bab) dan dibagi kedalam 5 'pada' (bagian). Pada tahun ( 400 Masehi kitab Nyāyaśāstra ini di komentari` oleh ṛṣi  Vāstsyāna dengan karyanya yang berjudul Nyāya Bhāsya (ulasan tentang Nyāya).
Obyek utamanya adalah untuk menetapkan dengan cara perdebatan, bahwa Parameśvara merupakan pencipta dari alam semesta ini. Nyāya menegakkan keberadaan Īśvara dengan cara penyimpulan, sehingga dikatakan bahwa Nyāya Darśana merupakan sebuah śāstra atau ilmu pengetahuan yang merupakan alat utama untuk meyakini suatu obyek dengan penyimpulan yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini kita harus mau menerima pembantahan macam apapun, tetapi asalkan berdasarkan pada otoritas yang dapat diterima akal. Pembantahan demi untuk adu argumentasi dan bukan bersifat lidah atau berdalih.
Sifat Ajaran Nyaya :
1)      Subyek atau si pengamat (pramātā)
2)      Obyek yang di amati (prameya)
3)      Keadaan hasil dari pengamatan (pramīti)
4)      Cara untuk mengamati atau pengamatan (pramāṇa)
Pokok-pokok ajaran Nyāya
Objek pengetahuan filsafat Nyāya adalah mengenai
1) Ātma
2) Tentang tubuh atau badan
3) Pañca indra dengan obyeknya
4) Buddhi (pengamatan)
5) Manas (pikiran)
6) Pravṛtti (aktivitas)
7) Doṣa (perbuatan yang tidak baik)
8) Pratyabhāva (tentang kelahiran kembali)
9) Phala (buah perbuatan)
10)Duḥka (penderitaan)
11)Apavarga (bebas dari penderitaan)

2.      Samkhya
            Arti kata Samkhya ialah jumlah, hitungan, sintesa atau perpaduan. Samkhya merupakan sistem filsafat Hindu yang paling tua.  Istilah samkhya dijumpai dalam Upanishad dan Mahabharata. Nama ini diberikan kepada sistem filsafat ini karena filsof-filosof Samkhya secara umum mengemukakan bahwa terjadinya alam semesta beserta perkembangan dan perubahan obyek-obyek yang ada di dalamnya didasarkan atas  kategori keberadaan. Corak filsafatnya bersifat dualis dan sering disebut sebagai sistem filsafat yang mengajarkan teori evolusi (Parinama Vada).
            Sebagai sistem filsafat, Samkhya Darsana memiliki banyak pendukung dan penafsie. Di antara tokoh-tokoh yang menonjol sebagai penafsir dan perumus-perumus baru ajaran Kapila Muni ialah Isvara Krisna (abad ke-3 M), Vacaspati Misra (abad ke-9 M), Ganganatha Jha (abad ke-10 M), Anirudha (abad ke-15), Vijnana Bhiksu (abad ke-16 M), Mahadeva Vedantin (abad ke-18 M) dan masih banyak lagi yang lain.

Ajaran – ajaran Samkhya :
Menurut ajaran samkhya ada tiga sumber pengetahuan yang benar. Tiga sumber itu adalah :
·        Pratyaksa pramana atau pengamatan langsung;
·        Anumana pramana (penyimpulan);
·        Apta Vakya atau penegasan yang pantas, berlandaskan apa yang diajarkan kitab Veda atau ucapan para maharesi.
Proses pengamatan, yakni indera-indera kita menerima objek-objek di luar kita tanpa menentukannya, dan menyampaikan pengetahuan-pengetahuan itu dengan manas.
Pokok ajaran samkhya ialah tentang Purusa dan Prakerti, yaitu azas rohani dan badani. Dari kedua azsa inilah terciptanya alam semesta ini dengan isinya. Teori samkhya tentang sebab asal benda-benda ini menimbulkan ajaran prakti sebagai sebab terakhir dari dunia ini. Semua obyek  dunia ini, baik badan, pikiran, perasaan adalah terbatas dan merupakan suatu yang tergantung pada gantungan yang lain. Yang dihasilkan oleh beberapa elemen. Alam semesta ini merupakan serentetan akibat dari suatu sebab. Sebab itul haruslah suatu azas yang bukan roh. Bukan kesadaran. Sebai itu, haruslah lebih halus dari akibat dan ia harus ingin tumbuh menjadi obyek impian. sebab terakhir itu haruslah suatu azas yang tidak merupakan akibat dari suatu sebab lagi. Suatu sebab yang kekal abadi yang selalu menjadi sumber dari terciptanya dunia oyek ini. Nah, sebab terakhir inilah yang disebut prakaerti dalam ajaran samkhya. Karena, prakerti itu sebagai sebab pertama dari semua alam semesta ini. Ia haruslah bersifat kekal . abadi dan tidak berubah,.  Sebab tidak mungkin yang tidak kekal menjadi sebab yang pertama dari semua yang ada di alam semesta ini.

3.      Mimamsa
Mimamsa, sedang Uttara Mimamsa disebut juga Jnana Mimamsa. Pendiri ajaran ini adalah Maharesi dan Jaimini. Sumber utama adalah keyakinan akan kebenaran dan kemutlakan upacara d dalam kitab Veda (Brahmana dan Kalpasutra). Sumber ajaran tertulis dalam jaiminisutra, karya Maharesi Jaimini. Kitab ini terdiri dari 12 Adhyaya (bab) terbagi kedalam 60 'pada' atau bagian. Isinya adalah aturan atau tata cara upacara dalam Veda (menurut Veda).
Ajaran ( Purwa ) Mimamsa disebut bersipat pluralistis dan realistis. Pluralus karena mengakui adanya banyak Jiwa dan penggandaan asas badani yang membenahi alam semesta, sedang realistis karena mengakui bahwa obyek-obyek pangamatan adalah nyata. Bagi Mimamsa alat pengetahuan yang terpenting adalah kesaksian (kebenaran) Veda. Mimamsa mengajarkan bahwa tujuan terakhir umat manusia adalah Moksa, jalan untuk mencapai adalah dengan melaksanakan upacara keagamaan seperti tersebut dalam Veda.
Pokok-pokok ajaran Mimamsa
Sebagai telah disebutkan diatas sumber pokok ajaran Mimamsa adalah Veda terutama bagian Brahmana dan Kalpasutra. Baginya kitab Veda adalah Dharma. Tata cara serta perintah-perintah tentang upacara yang terdapat didalam Veda hendaknya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Serta tidak mengharapkan hasil karena melaksanakannya semuanya itu sebagai suatu kewajiban. Kebebasan dalam filsafat ini adalah kebebasan yang terhingga yang terkenal dengan sebutan sorga. Salah satu aliran dalam filsafat Mimamsa yang dipimpin oleh Maharesi Prabhakara yang mengemukakan adanya 5 sumber pengetauan (Pramana) antara lain :
1) Pratyaksa (pengamatan/pengliatan lansung)
2) Anumana ( Menarik suatu kesimpulan)
3) Upamana (mengadakan perbandingan)
4) Sabda (pembuktian melalui sumber yang dipercaya )
5) Arthapatti ( Perumpamaan )
Satu sampai dengan empat adalah sama dengan Pramana pada filsafat Nyaya, hanya ada tambahan terutama didalam Upamana. Dalam filsafat Mimamsa dijelaskan hal ini sebagai berikut : seseorang yang ingin melihat harimau pergi ke hutan, dan dalam hal inii dijelaskan dijelaskan bahwa kucing sebagai perbandingan. Ketika yang bersagkutan tiba dihutan melihat seekor harimau, maka ia seketika itu membandingkannya dengan seekor kucing,kesimpulan ini disebut Upamana. Berbeda dengan pengetahuan yang ditarik dengan / melalui Arthapatti. Dalam Arthapatti penjelasannya bertentangan. Misalnya bila kita melihat seekor ular tidur saja pada siang hari, tidak pernah makan pada waktu siang hari, tetapi ular itu tetap hidup, kesimpulan Arthapati adalah pasti ular tersebut makan pada malam hari. Aliran Mimamsa yang lain diajarkan oleh Maharsi Kumarila Bhatta dengan teori pengethuannya diperoleh melalui 6 pramana. Lima Pramananya sama seperti tersebut diatas (spt.Prabhakara), dengan menambahkan yang ke-6 Anuphalabhi pramana (non cognition), yakni tidak dapat diamati, karena memang bendanya tidak ada. Cotohnya : Di kamar tidur tidak ada jam tembok, ketiadaan jam tembok itu didalam kamar itu memang tidak dapat diamati. Inilah yang disebut Anupalabhi.
Filsafat Mimamsa lebih jauh menjelaskan bila setiap orang melakukan sedikit saja upacara agama, maka jiwa ybs, akan diangkat oleh sesuatu kekuatan yang bernama Apurwa, yang dikemudian hari akan menghasilkan buah yang baik.
Perhitungan dari Apurwa Mimamsa ini secara menyeluruh terhadap jiwa hendaknya dilakukan dengan bentuk Upacara yadnya, yang nantinya akan memberikan hasil yang sangat memuaskan. Jadi Apurwa mewujudkan suatu jembatan yang menghubungkan waktu antara sebuah upacara yadnya dengan buahnya. Mula-mula Mimamsa mengajarkan bahwa tujuan hidup adat Sorga, tetapi kemudian menyesuaikan dengan sistem filsafat yang lain, yaitu Moksa atau kalepasan.

4.      Waicecika
Vaishesika  yang merupakan salah satu aliran filsafat India yang tergolong ke dalam Sad Darsana agaknya lebih tua dibandingkan dengan filsafat Nyaya. Waisesika muncul pada abad ke-4 SM, dengan tokohnya ialah Kanada (Ulaka).[1]  Sistem ini juga dikenal sebagai Aulukya darsana dan juga dengan nama Kasyapa dan dianggap seorang Deva-rsi.(I Wayan Maswinara, 2006 : 142)
Sistem filsafat ini terutama dimaksudkan untuk menetapkan tentang Padartha , tetapi rsi Kanada membuka pokok permasalahan dengan sebuah pengamatan tentang intisari dari Dharma, yang merupakan sumber dari pengetahuan inti dari Padartha. Sutra pertama berbunyi : ”YATO BHYUDAYANIHSREYASA SIDDHIH SA DHARMAH” – artinya, Dharma adalah yang memuliakan dan memberikan kebaikan tertinggi atau Moksa (penghentian dari penderitaan).
Padartha , secara harfiah artinya adalah : arti dari sebuah kata ; tetapi di sini padartha adalah satu permasalahan benda dalam filsafat. Sebuah Padartha merupakan suatu objek yang dapat dipikirkan (artha) dan diberi nama (Pada). Semua yang ada, yang dapat di amati dan di namai, yaitu semua objek pengalaman adalah Padartha. Benda-benda majemuk saling bergantung dan sifatnya sementara, sedangkan benda-benda sederhana sifatnya abadi dan bebas. Padārtha dan Vaisesika Darśana, seperti yang disebutkan oleh Rsi Kanada sebenarnya hanya 6 buah kategori, namun satu katagori ditambahkan oleh penulis-penulis berikutnya, sehingga akhirnya berjumlah 7 katagori (Padārtha), yaitu:
1) Substansi (dravya).
Substansi adalah zat yang ada dengan sendirinya dan bebas dari pengaruh unsurunsur lain. Namun unsur lain tidak dapat ada tanpa substansi. Substansi (dravya) dapat menjadi sebab yang melekat pada apa yang dijadikannya. Atau dravya dapat menjadi tidak ada pada apa yang dihasilkannya. Contoh: tanah sebagai substansi telah terdapat pada periuk yang terbuat dari tanah. Jadi tanah itu selalu dan telah ada pada apa yang dihasilkannya, sedangkan periuk itu tidak dapat terjadi tanpa substansi (tanah). Demikian pula halnya kategori lain tidak dapat ada tanpa substansi (zat) seperti beraneka ragam minuman tidak dapat terjadi tanpa air (zat cair), tapi air dapat ada walaupun tidak adanya bermacam-macam minuman. Ada sembilan substansi yang dinyatakan oleh Vaisesika, yaitu (1) Tanah (pṛthivī); (2) Air (āpah, jala); (3) Api (tejah); (4) Udara (vāyu); (5) Ether (ākāśa); (6) Waktu (kāla); (7) ruang (dis); (8) diri/roh (Jīva); dan (9) pikiran (manas). Semua substansi tersebut di atas riil, tetap, dan kekal. Namun hanya udara, waktu, akasa bersifat tak terbatas. Kombinasi dari sembilan itulah membentuk alam semesta beserta isinya menjadikan hukum-hukumnya yang berlaku terhadap semua yang ada di alam ini baik bersifat fisik maupun yang bersifat rohaniah. Adapun yang termasuk substansi badani (fisik) adalah bumi, air, api, udara, ruang, waktu, dan akasa. Sedang yang tergolong substansi rohaniah terdiri atas akal (manas/ pikiran), diri (atman/jiwa). Kedua substansi rohaniah ini bersifat kekal dan pada setiap makhluk (manusia) hanya terdapat satu jiwa dan satu manas.
Demikianlah pribadi (diri/atma) itu bersifat individu dan menjadi sumber kesadaran setiap makhluk yang senantiasa berhubungan dengan kegiatan badani atau fisik. Setiap pribadi (atma) memiliki manas tersendiri yang dipakai sebagai alat untuk mengenal dan mengalami segala sesuatu melalui alat fisik termasuk juga dipakai sebagai alat untuk mencapai kebebasan. Namun dilain pihak manas juga diakui dapat menyebabkan kelahiran kembali. Oleh karena setiap makhluk (manusia) dijiwai oleh pribadi (jiwa/atma). Maka pandangan Vaisesika terhadap jiwa adalah riil dan pluralis, yaitu jiwa itu benar-benar ada dan tak terbatas jumlahnya.
2) Kualitas (guṇa)
Guṇa ialah keadaan atau sifat dari suatu substansi. Guṇa sesungguhnya nyata dan terpisah dari benda (substansi) namun tidak dapat dipisahkan secara mutlak dari substansi yang diberi sifat. Guṇa atau sifat-sifat atau ciri-ciri dari substansi yang jumlahnya ada 24, yaitu (1) warna (Rūpa); (2) rasa (rasa); (3) bau (gandha); (4) sentuhan/raba (sparśa); (5) jumlah (Sāṁkhya); (6) ukuran (parimāṇa); (7) keanekaragaman (pṛthaktva); (8) persekutuan (saṁyoga); (9) keterpisahan (vibhāga); (10) keterpencilan (paratva); (11) kedekatan (aparatva); (12) bobot (gurutva); (13) kecairan/keenceran (dravatva); (14) kekentalan (sneha); (15) suara (śabda); (16) pemahaman/pengetahuan (buddhi/jñāna); (17) kesenangan (sukha); (18) penderitaan (dukḥa); (19) kehendak (īccha); (20) kebencian/keengganan (dvesa); (21) usaha (prayatna); (22) kebajikan/manfaat (dharma); (23) kekurangan/cacat (adharma); dan (24) sifat pembiakan sendiri (saṁskāra). Sejumlah 8 sifat, yaitu buddhi/jñāna, īccha, dvesa, sukha, dukḥa, dharma, adharma dan prayatna merupakan milik dari roh, sedangkan 16 lainnya merupakan milik dari substansi material.

3) Aktivitas (karma)
Karma mewakili berbagai jenis gerak (movement) yang berhubungan dengan unsur dan kualitas, namun juga memiliki realitas mandiri. Tidak semua substansi (zat) dapat bergerak. Hanya substansi yang bersifat terbatas saja dapat bergerak atau mengubah tempatnya. Sedangkan substansi yang tak terbatas (atma, hawa nafsu dan akasa) tidak dapat bergerak karena telah memenuhi segala yang ada. Gerakan dari benda-benda di alam ini bukan bersumber dari dirinya, melainkan ada sesuatu yang berkesadaran yang menjadi sumber gerakan itu. Benda-benda hanya dapat menerima gerakan dari sesuatu yang berkesadaran. Bila terlihat kenyataan yang terjadi di alam ini seperti adanya hembusan angin, peredaran bumi dan planet-planet, maka tentu ada sumber penggerak yang adikodrati. Sumber yang dikodrati itulah Tuhan. Karena Tuhan sebagai sumber gerakan alam ini, maka Tuhan Maha Mengetahui segala gerak dan perilaku benda-benda di alam ini. Termasuk mengetahui benar perilaku (karma) manusia.
Ada 5 macam gerak, yaitu (1) Utkṣepaṇa (gerakan ke atas); (2) Avakṣepaṇa (gerakan ke bawah); (3) A-kuñcana (gerakan membengkok); (4) Prasaraṇa (gerakan mengembang); dan (5) Gamana (gerakan menjauh atau mendekat).
4) Universalia (sāmānya)
Samanya bersifat umum yang menyangkut 2 permasalahan, yaitu sifat umum yang lebih tinggi dan lebih rendah, dan jenis kelamin dan spesies. Dalam epistemologi, hal ini mirip dengan konsep universalia dan agak mirip dengan idenya Plato. Ia ada dalam semua dan dalam masing-masing objek, namun tidak berbeda dalam objek partikular yang berbeda. Karenanya ide ‘kesapian’ adalah tunggal dan tidak dapat dianalisis. Ide itu selalu hidup, tetapi tidak dapat dimengerti melalui dirinya sendiri, namun hanya melalui seekor ‘sapi’ khusus. Walaupun tampak bersama, namun ‘sapi’ dan ‘kesapian’ dipahami sebagai dua entitas berbeda. Dari universalia-universalia ini, ‘Ada’ (being, satta) adalah yang tertinggi, karena ia memberikan ciri pada banyak sekali entitas.
5) Individualitas (viśeṣa)
Kategori ini menunjukkan ciri atau sifat yang membedakan sebuah objek dari objek lainnya. Sistem Vaisesika diturunkan dari kata viśeṣa, dan merupakan aspek objek yang mendapat penekanan khusus dari para filsuf Vaisesika. Kategori ini berurusan dengan ciri-ciri khusus ke sembilan substansi (dravya). Dalam system Vaisesika, unsur tanah, air, api, udara, dan pikiran dibangun dari atom (paramānu), sedangkan eter, ruang, waktu dan jiwa dianggap sebagai substansi sangat khusus tanpa dimensi atau visibilitas. Inilah yang menyebabkan sistem darśana ini disebut Vaiśseṣika Darśana.
6) Hubungan Niscaya (samavāya)
Dimensi objek ini menunjukkan hakikat hubungan yang mungkin antara kualitas-kualitasnya yang inheren. Hubungan ini dapat dilihat bersifat sementara (saṁyoga) atau permanen (samavāya). Saṁyoga adalah hubungan sementara seperti antara sebuah buku dan tangan yang memegangnya. Hubungan selesai ketika buku dilepaskan dari tangan. Di sisi lain, samavāya adalah sebuah hubungan yang tetap dan hanya berakhir ketika salah satu di antara keduanya dihancurkan. Ada lima jenis hubungan yang tetap dan entitas yang tetap atau tidak terpisahkan ini (ayūta-siddḥa):
·        Hubungan keseluruhan dengan bagian-bagiannya, seperti sehelai kain dan benang-benangnya.
·        Hubungan kualitas dengan objek yang memilikinya, seperti kendi air dan warna merahnya.
·        Hubungan antara tindakan dan pelakunya, seperti tindakan melompat dan kuda yang melakukannya.
·        Hubungan antara partikular dengan yang universal, ibarat satu jenis sapi dengan seekor sapi atau bangsa Jepang dan seorang Jepang.
·        Hubungan antara substansi kekal dan substansi khusus. Menurut system Vaisesika, partikel subatomis (paramānu) setiap substansi abadi memiliki ciri-ciri khusus yang tidak membiarkan atom dari satu substansi bercampur dengan atom substansi lainnya. Ciri khusus (Viśeṣa) dipertahankan oleh partikel subatomis masing-masing melalui ‘hubungan tak terpisahkan’ (samavāya).
7) Penyangkalan, Negasi, Non-Eksistensi (abhāva)
Kategori ini menunjukkan sebuah objek yang telah terurai atau larut ke dalam partikel subatomis terpisah melalui pelarutan universal (mahapralaya) dan ke dalam ketiadaan (nothingness). Semua benda-benda yang ada dan bernama digolongkan sebagai bhava, sedangkan entitas yang sudah tidak ada digolongkan sebagai abhāva. Sebenarnya kategori ini bukan merupakan sebuah klasifikasi seperti kategori lainnya, namun hanya modus pengaturan negatif. Abhāva, yang merupakan kategori ke 7, ada 4 macam, yaitu:
Pragabhāva, yaitu ketidakadaan dari suatu benda sebelumnya. Contohnya: ketidak adaan periuk sebelum dibuat oleh pengrajin periuk.
Dhvaṅsabhāva, yaitu penghentian keberadaan, misalnya periuk yang dipecahkan, di mana dalam pecahan periuk itu tak ada periuk.
Atyāntabhāva, atau ketidakadaan timbal balik, seperti misalnya udara yang dari dulu tidak pernah berwarna atau pun berbentuk. Ketiga ketidakadaan ini disebut sebagai Samsarga-bhava, yaitu ketidakadaan suatu benda dalam benda yang lain.
Anyonyābhāva, atau ketidak adaan mutlak, dimana antara benda yang satu sama sekali tidak ada persamaannya dengan yang lain, seperti sebuah periuk yang tidak sama dengan sepotong pakaian, demikian pula sebaliknya.
Ṛṣi Kaṇāda di dalam Sūtra-nya tidak secara terbuka menunjukkan tentang Tuhan. Keyakinannya adalah bahwa formasi atau susunan alam dunia ini merupakan hasil dari Adṛṣṭa yaitu kekuatan yang tak terlihat dari karma atau kegiatan. Beliau menelusuri aktivitas atom dan roh mula-mula melalui prinsip Adṛṣṭa ini. Para pengikut Rṣi Kaṇāda kemudian memperkenalkan Tuhan sebagai penyebab efisien dari alam semesta, sedangkan atom-atom adalah materialnya. Atom-atom yang tak terpikirkan itu tidak memiliki daya dan kecerdasan untuk menjalankan alam semesta ini secara teratur. Namun yang pasti, aktivitas atom-atom itu diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Kesimpulan dari otoritas kitab suci seperti ini mengharuskan kita untuk mengakui adanya Tuhan. Kecerdasan yang membuat Adṛṣṭa dapat bekerja adalah kecerdasan Tuhan, sedangkan lima unsur (pañca mahābhūta) hanya merupakan akibat. Semua ini harusnya didahului oleh ‘keberadaan’ yang memiliki pengetahuan tentang itu adalah Tuhan. Roh-roh dalam keadaan penghancuran, kurang memiliki kecerdasan, sehingga mereka tidak dapat  mengendalikan aktivitas atom-atom dan dalam atom-atom itu sendiri tidak ada sumber gerakan.
Pada sistem Vaisesika, seperti halnya sistem Nyāya, susunan alam semesta ini diduga dipengaruhi oleh pengumpulan atom-atom, yang tak terhitung jumlahnya dan kekal. Kosmologi Vaisesika dalam batasan mengenai keberadaan atom abadi bersifat dualistik dan secara positif memisahkan hubungan yang pasti antara roh dan materi. Terjadinya alam semesta menurut sistem filsafat Vaisesika memiliki kesamaan dengan ajaran Nyāya yaitu dari gabungan atom-atom catur bhuta (tanah, air, cahaya dan udara) ditambah dengan lima substansi yang bersifat universal seperti akāsa, waktu, ruang, jiwa dan manas.
Lima substansi universal tersebut tidak memiliki atom-atom, maka itu ia tidak dapat memproduksi sesuatu di dunia ini. Cara penggabungan atom-atom itu dimulai dari dua atom (dvyānuka), tiga atom (Triyānuka), dan tiga atom ini saling menggabungkan diri dengan cara yang bermacam-macam, maka terwujudlah alam semesta beserta isinya. Bila gabungan atom-atom dalam Catur Bhuta ini terlepas satu dengan lainnya maka lenyaplah alam beserta isinya. Gabungan dan terpisahnya gerakan atom-atom itu tidaklah dapat terjadi dengan sendirinya, mereka digerakkan oleh suatu kekuatan yang memiliki kesaḍaran dan kemahakuasaan. Sesuatu yang memiliki kesadaran dan kekuatan yang maha dahsyat itu menurut Vaisesika adalah Tuhan Yang Maha Esa. Vaisesika dalam etikanya menganjurkan semua orang untuk kelepasan. Kelepasan akan dapat dicapai melalui Tatwa Jnaña, Sravāna, manāna, dan Meditasi.

5.      Yoga
Kata Yoga  berasal dari akar kata yuj yang artinya menghubungkan. Yoga  merupakan pengendalian aktivitas pikiran dan merupakan penyatuan roh pribadi dengan roh tertinggi. Hiraṇyagarbha adalah pendiri dari sistem Yoga. Yoga yang didirikan oleh Mahāṛṣi Patañjali, merupakan cabang atau tambahan dari filsafat Sāṁkhya. Ia memiliki daya tarik tersendiri bagi para murid yang memiliki temperamen mistis dan perenungan. Ia menyatakan bersifat lebih orthodox dari pada filsafat Sāṁkhya, yang secara langsung mengakui keberadaan dari Makhluk Tertinggi (Ìśvara).
Yoga-nya Mahāṛṣi Patañjali merupakan Aṣṭāṅga-Yoga  atau Yoga  dengan delapan anggota, yang mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik. Haṭha Yoga membahas tentang cara-cara mengendalikan badan dan mengatur pernafasan yang memuncak dari Rāja Yoga. Sādhanā yang progresif dalam Haṭha Yoga membawa pada ketrampilan Haṭha Yoga. Haṭha Yoga merupakan tangga untuk mendaki menuju tahapan puncak dari Rāja Yoga. Bila gerakan pernafasan dihentikan dengan cara Kumbhaka, pikiran menjadi tak tertopang. Pemurnian badan dan pengendalian pernafasan merupakan tujuan langsung dari Haṭha Yoga. Śaṭ Karma atau enam kegiatan pemurnian badan antara lain Dhautī (pembersihan perut), Bastī (bentuk alami pembersihan usus), Netī (pembersihan lubang hidung), Trāṭaka (penatapan tanpa berkedip terhadap sesuatu obyek), Naulī (pengadukan isi perut), dan Kapālabhātì (pelepasan lendir melalui semacam Prāṇāyāma tertentu). Badan diberikan kesehatan, kemudaan, kekuatan dan kemantapan dengan melaksanakan Āsana, bandha dan mudrā.
Yoga merupakan satu cara disiplin yang ketat, yang memberlakukan pengetatan pada diet, tidur, pergaulan, kebiasaan, berkata dan berpikir. Hal ini harus dilakukan di bawah pengawasan yang cermat dari seorang Yogīn yang ahli dan memancarkan sinar kepada Jīva. Yoga merupakan satu usaha sistematis untuk mengendalikan pikiran dan mencapai kesempurnaan. Yoga meningkatkan daya konsentrasi, menahan tingkah laku dan pengembaraan pikiran, dan membantu untuk mencapai keadaan supra Ṣaḍar atau nirvikalpa samādhi. Pelaksanaan Yoga melepaskan keletihan badan dan pikiran dan melepaskan ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya. Tujuan yoga adalah untuk mengajarkan cara ātma pribadi dapat mencapai penyatuan yang sempurna dengan Roh Tertinggi. Penyatuan atau perpaduan dari ātma pribadi dengan Puruṣa Tertinggi dipengaruhi oleh Vṛtti atau pemikiran-pemikiran dari pikiran. Ini merupakan suatu keadaan yang jernihnya seperti kristal, karena pikiran tak terwarnai oleh hubungan dengan obyek-obyek duniawi.
Sistem filsafat Kapila adalah Nir-Ìśvara Sāṁkhya, karena di sana tak ada Ìśvara atau Tuhan. Sistem Patañjali adalah Sa-Ìśvara Sāṁkhya karena ada Ìśvara atau Puruṣa Istimewa di dalamnya, yang tak tersentuh oleh kemalangan, kerja, keinginan dsb. Patañjali mendirikan sistem ini pada latar belakang metafisika dari Sāṁkhya. Patañjali menerima 25 prinsip dari Sāṁkhya. Ia menerima pandangan metafisik dari sistem Sāṁkhya, tetapi lebih menekankan pada sisi praktis dari disiplin diri guna  realisasi dari penyatuan mutlak Puruṣa atau sang Diri.
Sāṁkhya merupakan satu sistem metafisika, sedangkan Yoga  merupakan satu sistem disiplin praktis. Yang pertama menekankan pada penyelidikan dan penalaran, sedang yang kedua menekankan pada konsentrasi dari daya kehendak. Roh pribadi dalam Yoga  memiliki kemerdekaan yang lebih besar. Ia dapat mencapai pembebasan dengan bantuan Tuhan. Sāṁkhya menetapkan bahwa pengetahuan adalah cara untuk pembebasan. Yoga  menganggap bahwa konsentrasi, meditasi dan Samādhi akan membawa kepada Kaivalya atau kemerdekaan. Sistem Yoga menganggap bahwa proses Yoga  terkandung dalam kesan-kesan dari keanekaragaman fungsi mental dan konsentrasi dari energi mental pada Puruṣa yang mencerahi dirinya. Rāja Yoga dikenal dengan nama Aṣṭāṅga-Yoga atau Yoga  dengan delapan anggota, yaitu :
1)        Yama, (larangan)
2)        Niyama (ketaatan),
3)        Āsana (sikap badan)
4)        Prāṇāyāma (pengendalian nafas),
5)        Pratyāhāra (penarikan indriya),
6)        Dhāraṇa (konsentrasi),
7)        Dhyāna (meditasi), dan
8)        Samādhi (keadaan supra Ṣaḍar).
Kelima yang pertama membentuk anggota luar (Bahir-aṅga) dari Yoga, sedangkan ketiga yang terakhir membentuk anggota dalam (Antar-aṅga) dari Yoga .

6.      Wedanta
Filsafat ini sangatlah kuno;yang berasal dari kumpulan literatur bangsa Arya yang dikenal dengan nama Veda. Vedānta ini merupakan bunga diantara semua spekulasi, pengalaman dan analisa yang terbentuk dalam demikian banyak literatur yang dikumpulkan dan dipilih selama berabad-abad. Filsafat Vedānta ini memiliki kekhususan. Yang pertama, ia sama sekali impersonal, ia bukan dari seseorang atau Nabi.
Istilah Vedānta berasal dari kata Veda-anta, artinya bagian terakhir dari Veda atau inti sari atau akhir dari Veda, yaitu ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab Upaniṣad. Kitab  Upaniṣad juga disebut dengan Vedānta, karena kitab-kitab ini merupakan jñana kāṇda yang mewujudkan bagian akhir dari Veda setelah Mantra, Brāhmaṇa dan Āraṇyaka yang bersifat mengumpulkan.
Sifat ajarannya:
Sistem filsafat Vedānta juga disebut Uttara Mīmāmsā kata”Vedānta” berarti”akhir dari Veda. Sumber ajarannya adalah kitab  Upaniṣad. Oleh karena kitab Vedānta bersumber pada kitab-kitab  Upaniṣad, Brahma Sūtra dan Bhagavad Gītā, maka sifat ajarannya adalah absolutisme dan teisme. Absolutisme maksudnya adalah aliran yang meyakini bahwa Tuhan yang Maha Esa  adalah mutlak dan tidak berpribadi (impersonal God),sedangkan teisme mengajarkan Truhan yang berpribadi (personal God). Uttara-Mīmāmsā atau filsafat Vedānta dari Bādarāyaṇa atau Vyāsa ditempatkan sebagai terakhir dari enam filsafat orthodox, tetapi sesungguhnya ia menempati urutan pertama dalam kepustakaan Hindu.
Pokok-pokok Ajaran:
Vedānta mengajarkan bahwa nirvāna dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini, tak perlu menunggu setelah mati untuk mencapainya. Nirvāna adalah keṢaḍaran terhadap diri sejati. Dan  sekali mengetahui hal itu, walau sekejap, maka seseorang tak akan pernah lagi dapat di perdaya oleh  kabut individualitas. Terdapat dua tahap pembedaan dalam kehidupan, yaitu: yang pertama, bahwa orang yang mengetahui diri sejatinya tak akan di pengaruhi oleh hal apapun. Yang kedua bahwa hanya dia sendirilah yang dapat melakukan kebaikan pada dunia
Seperti yang telah disebutkan tadi bahwa filsafat Vedānta bersumber dari  Upaniṣad. Brahma Sūtra atau Vedānta  Sūtra dan Bhagavad Gītā. Brahma Sūtra mengandung 556 buah Sūtra, yang dikelompokkan atas 4 bab, yaitu Samanvaya, Avirodha, Sādhāna dan Phala. Pada Bab I, pernyataan tentang sifat Brahman dan hubungannya dengan alam semesta serta roh pribadi. Pada Bab II, teori-teori Sāṁkya, Yoga, Vaiśeṣika dan sebagainya yang merupakan saingannya dikritik, dan jawaban yang sesuai diberikan terhadap lontaran pandangan ini. Pada Bab III, dibicarakan tentang pencapaian Brahmavidyā. Pada Bab IV, terdapat uraian tentang buah (hasil)  dari pencapaian Brahmavidyā dan juga uraian tentang bagaimana roh pribadi mencapai Brahman melalui Devayana. Setiap bab memiliki 4 bagian (Pāda). Sūtra- sūtra pada masing-masing bagian membentuk Adikaraṇa atau topik-topik pembicaraan. Lima Sūtra pertama sangat penting untuk diketahui karena berisi intisari ajaran Brahma Sūtra, yaitu :
1)      Sūtra pertama berbunyi : Athāto Brahmajijñāsā – oleh karena itu sekarang, penyelidikan ke dalam Brahman. Aphorisma pertama menyatakan  obyek dari keseluruhan system dalam satu kata, yaitu :  Brahma-jijñāsā yaitu keinginan untuk mengetahui Brahman.
2)      Sūtra kedua adalah : Janmādyasya yataḥ - Brahman adalah KeṢaḍaran Tertinggi, yang merupakan asal mula, penghidup serta leburnya alam semesta ini.
3)      Sūtra ketiga : Sāstra Yonitvāt – Kitab Suci itu sajalah yang merupakan cara untuk mencari pengetahuan yang benar.
4)      Sūtra  keempat : Tat Tu Samvayāt – Brahman itu diketahui hanya dari kitab suci dan tidak secara bebas ditetapkan dengan cara lainnya, karena Ia merupakan sumber utama dari segala naskah Vedānta.
5)      Sūtra kelima adalah : Īkṣater Nā Aśabdam – Disebabkan ‘berfikir’, Prakṛti atau Pradhāna bukan didasarkan pada kitab suci.
Sūtra terakhir dari Bab IV adalah Anāvṛṭṭiḥ Śabdāt Anāvṛṭṭiḥ Śabdāt – Tak ada kembali bagi roh bebas, disebabkan kitab suci menyatakan tentang akibat itu. Masing-masing buku tersebut memberikan ulasan isi filsafat itu berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh sudut pandangannya yang berbeda. Walaupun obyeknya sama, tentu hasilnya akan berbeda. Sama halnya dengan orang buta yang merabah gajah dari sudut yangg berbeda, tentu hasilnya akan berbeda pula. Demikian pula halnya dengan filsafat  tentang dunia ini, ada yang memberikan ulasan bahwa dunia ini maya (bayangan saja), dilain pihak menyebutkan dunia ini betul-betul ada, bukan palsu sebab diciptakan oleh Tuhan dari diri-Nya sendiri. Karena perbedaan pendapat ini dengan sendirinya menimbulkan suatu teka-teki, apakah dunia ini benar-benar ada ataukah dunia ini betul-betul maya.



Daftar Pustaka


Filsafat Patristik dalam Filsafat Barat Pra-Modern (Sejarah)

FILSAFAT BARAT PRA MODERN
Dosen Pengampu : ....................

TUGAS KELOMPOK
FILSAFAT PATRISTIK



YOGYAKARTA
SEMESTER 1 2018-2019

1.     Pengertian Filsafat Patristik
            Berasal dari kata Latin patres yang artinya bapa-bapa Gereja. Filsafat Patristik mulai berpengaruh dari abad pertama Masehi hingga awal abad delapan Masehi. Filsafat Patristik adalah zaman di mana pemikiran Kristiani yang dasarnya adalah dari wahyu pada kitab Injil dan dikembangkan oleh para patres sangat mendominasi pemikiran filsafat saat itu. Mereka--para patres-- adalah peletak dasar agama Kristen, perintis jalan dalam mengembangkan teologi Kristen.
            Pada awalnya, pengikut agama Kristen hanyalah rakyat jelata yang kebanyakan bukan ahli pikir. Sehingga, belum ada sikap terhadap filsafat Yunani. Namun seiring waktu, para golongan atas dan golongan ahli pikir mulai menjadi pengikut agama Kristen. Maka, karena itulah ahli pikir Kristen mulai menentukan sikap mereka terhadap filsafat Yunani.
            Para filsuf dalam filsafat Patristik sendiri memiliki dua garis besar sikap terhadap filsafat Yunani. Yang pertama, para tokoh filsafat Patristik menolak sepenuhnya filsafat Yunani karena memandangnya hanya sebagai kebijaksanaan manusiawi atau hasil pemikiran manusia semata, yang semenjak diturunkannya Wahyu kepada Kristus bukan hanya dipandang tidak diperlukan namun juga dipandang membahayakan bagi iman Kristen. Tetapi, ada pula yang memandang filsafat Yunani sebagai langkah persiapan bagi Injil.
            Jika dalam filsafat Yunani ada banyak pemikiran tentang arkhe segala sesuatu, seperti Herakleitos menggambarkannya dengan api. Atau kaum Stoa yang menganggap Tuhan ada pada segala sesuatu. Maka dalam filsafat Patristik hal ini ditolak. Tuhan adalah pencipta segala sesuatu dan di luar Tuhan adalah ciptaanNya. Sedangkan untuk hubungan antarmanusia, filsafat Patristik mengajarkan hubungan yang saling menyayangi. Dan juga seseorang harus menyayangi diri sendiri. Dalam filsafat Patristik dijelaskan pula bahwasanya tujuan manusia tidak ada di dunia ini.



2.     Kaum Apologit
          Kaum Apologit adalah kaum pembela agama Kristen, yang mencoba membela iman Kristen terhadap filsafat Yunani dengan memakai alasan yang diambil dari filsafat Yunani sendiri. Disebut demikian, karena para waktu itu agama Kristen dituduh sebagai orang munafik oleh para non-Kristen. Mereka dituduh melakukan seks bebas, membenci sesama, dan perbuatan amoral lainnya. Mereka juga dituduh menyangkal para Dewa. Tekanan ini membuat mereka harus beribadah secara sembunyi-sembunyi. Namun, ibadah yang tersembunyi ini justru meningkatkan tuduhan para non-Kristen terhadap pemeluk agama Kristen.
            Kaum Apologit pun membantah fitnah itu dengan menyatakan bahwa pada kenyataannya orang Kristen hidup dengan hukum dari Allah, sehingga terhindar dari perbuatan amoral seperti yang dituduhkan kepada mereka. Mereka justru mengasihi sesama dan mendoakan pemerintahan. Tuduhan mengenai penyangkalan Dewa dijawab kaum Apologit dengan mengatakan bahwa mereka percaya dan menyembah kepada Allah yang Esa walau memang mereka tidak percaya kepada Dewa. Sebab, mereka tidak setuju dengan konsep politheisme alias banyak ilah.
            Di sinilah filsafat Yunani digunakan kaum Apologit untuk membela agamanya. Filsafat Yunani digunakan untuk membandingkan agama Kristen dengan filsafat Yunani. Sehingga, muncul pembenaran-pembeneran terhadap agama Kristen itu sendiri. Berikut tokoh-tokoh Apologit beserta pengaruhnya.
a.      Aristides
            Aristides merupakan seorang tokoh Apologit yang berasal dari Athena dan mengajar pula di sana. Ia hidup sekitar abad kedua Masehi. Sebelumnya, ia bukan pemeluk agama Kristen. Namun, ia akhirnya masuk ke agama ini. Aristides sangat risau dengan fitnah kepada agama Kristen yaitu bahwa agama ini atheis, senang berbuat kriminal dan cabul, dan subversif. Ia membela agamanya dengan cara mengirim surat kepada Kaisar Hadrianus dan kemungkinan kepada Kaisar Antoninus Pius.
            Tidak diketahui apakah tulisannya sampai ataupun dibaca oleh para Kaisar ini. Tulisan Aristides yang utuh sudah hilang, yang tersisa hanyalah fragmen tulisannya. Ia menjelaskan bahwa Allah yang disembah orang Kristen adalah abadi dan tak dapat digambarkan. Allah itu adalah "ada yang Mahatinggi" (a supreme being), yang menggerakkan segala sesuatu namun tidak bergerak dan tidak terlihat. Allah tidak dapat binasa, tidak berubah, tidak mempunyai bentuk, tidak terbatas, dan tidak mempunyai seks. Allah mengisi segala yang terlihat dan tidak terlihat. Allah itulah yang menjadikan dan memelihara segala sesuatu bagi kepentingan bagi manusia. Alam ini teratur dan harmonis karena diatur oleh Allah.
            Aristides banyak terpengaruh filsafat Yunani, khususunya filsafat Aristoteles tentang gerak.
           
b.      Justinus de Martyr
            Justinus de Martyr adalah seorang Kristen dan filsuf yang lahir sekitar tahun 100 Masehi. Ia mempelajari banyak filsafat sebelum akhirnya dibaptis sekitar tahun 130. Setelah dibaptis, ia mengajar di Efesus, kemudian pergi ke Roma untuk mendirikan Sekolah Filsafat Kristen. Kematiannya disebabkan dirinya disalib atas tuduhan tak berdasar. Kedua orangtuanya adalah penyembah berhala.
            Justinus tidak menolak ajaran filsafat Yunani. Ia menghubungkan bahwa filsafat Yunani terutama pikiran Plato adalah kelanjutan dari agama Kristen. Alasannya adalah, agama Kristen bukanlah agama baru melainkan agama yang telah tua dan ada sebelum filsafat Yunani. Musa telah hidup sebelum Plato, dan Plato menurunkan ajarannya dari ajaran Musa. Maka, Justinus menganggap bahwa para filsuf Yunani berpacuan pada kitab suci Kristen. Pada soal penciptaan, Justinus menganggap bahwa Tuhan menciptakan dunia dari ketidak adaan alias prinsip creatio ex nihilio, yaitu sesuai wahyu. Hal ini tentu bersebrangan dengan Plato yang menganggap bahwa dunia berasal dari bahan yang telah ada. Karyanya yang masih tersimpan ialah Apologia dan Dialog mot Trypho. Kedua karyanya ini dikirimkan kepada Kaisar Antonius Pius sekitar tahun 151 dan kepada senat Romawi tahun 162.
            Justinus mengutip prinsip Yohanes tentang Kristus sebagai logos. Melalui Kristus, logos-Nya, Allah dapat berhubungan dengan manusia. Kristus adalah bagian dari hakikat Allah meskipun terpisah antara satu dengan yang lain.
            Kristus sebagai logos telah membagikan benih logosnya kepada manusia, sehingga manusia pasti memiliki nilai kebenaran dan kebaikan dalam dirinya. Tiap orang yang mendapat benih itu sebenarnya adalah orang Kristen, meski ia tidak dibaptis seperti umpamanya Aristoteles.
            Justinus percaya bahwa kebenaran sejati itu adalah kebenaran Allah. Para filsuf Yunani sedikit banyak diilhami oleh Allah, namun mata mereka tidak dibuka bagi keutuhan Kristus. Mereka dipengaruhi oleh demon, yang dikepalai oleh iblis. Maka dari itulah, para filsuf  Yunani menyimpang dari ajaran yang murni.

c.       Tatianus
            Tatianus adalah seorang yang berasal dari Siria. Ia lahir antara tahun 110 hingga 120 Masehi. Tatianus meninggal sekitar tahun 172 Masehi. Ia mempelajari sejarah, mitologi, sastra, retorika, dan filsafat. Tatianus telah mempelajari filsafat Yunani dan agama-agama lain, namun pilihannya tetap jatuh kepada Kristen.
            Ia adalah murid dari Justinus de Martyr dan seorang apologit. Namun, setelah kematian Justinus, ia terpengaruh ajaran Gnostik dan mendirikan sektenya sendiri yang dinamakan Enkratit pada tahun 166 meninggal beberapa tahun sebelumnya. Ia juga lalu menetap di Antiokhia dan mengajar di sana.
            Tatinanus menulis banyak karangan di antaranya Wejangan Kepada Orang Yunani dan Diatessaron (Injil Harmoni). Wejangan Kepada Orang Yunani dibuat di masa pemerintahan Kaisar Markus Aurellius. Buku ini memuat tentang kekristenan, pertobatan, dan serangannya kepada orang Yunani. Ia menyatakan bahwa Dewa-Dewa Yunani adalah palsu, jahat, dan penipu.
            Tatianus sangat mematuhi dan taat kepada Allah. Dalam tulisannya, ia mengatakan "Apabila seseorang memerintahkan agar aku menyangkal Allah, aku akan menolaknya. Lebih baik aku mati." Dari pernyataannya, terlihat dengan jelas bahwa Tatianus adalah kaum apologit alias para pembela agama.
            Sedang dalam Diatessaron, ia menulis tentang harmoni dari keempat Injil kanonik. Di sini juga dijelaskan bahwa keempat kitab Injil telah berpengaruh kuat dalam gereja. Karyanya ini disusun antara tahun 153 hingga 170 Masehi. Diatessaron telah terpengaruh oleh haluan Gnostik yang dianutnya setelah kematian Justinus. Terbukti dengan tidak adanya riwayat silsilah Tuhan Yesus dalam tulisan ini.

d.      Tertullianus
            Tartullianus lahir di Kartago (di dekat Tunisia sekarang), Afrika Utara. Setelah dididik menjadi Selama hidupnya, ia mempelajari sastra Yunani dan juga sastra Latin. Tertullianus terkenal dengan ucapannya credo qua absurdum est yang artinya "saya percaya justru karena tidak masuk akal". Ia mempunyai pengaruh besar pada masanya. Tulisannya sendiri merupakan awal dari sastra Kristen. Penggunaan bahasa Latin sebagai bahasa dalam gereja juga merupakan pengaruhnya. Baginya kebenaran sejati itu hanya ada pada kitab Injil. Namun ia tak memungkiri bahwa akal budi juga dapat mencapai kebenaran. Menurut Tertullianus, filsafat Yunani telah digantikan oleh wahyu-wahyu Tuhan.

3.      Arius dan Athanasius
Selain dari perbedaan-perbedaan dalam agama Kristen, terdapat juga perbedaan pendapat dalam memahami diri Yesus..
            Arius dari Alexandra (meninggal tahun 336) mengatakan, Yesus adalah manusia biasa yang diutus Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri maupun anak-Nya. Jadi intinya, Tuhan Bapa tidaklah sama dengan Yesus dan Yesus bukanlah Putra Tuhan.
Athanasius pun tidak menyetujui pendapat Arius. Athanasius mengatakan, bahwa Yesus itu adalah anak Tuhan Allah. Oleh karenanya, diprakarsailah sebuah perdebatan resmi oleh Konstatinus Agung untuk membicarakan masalah ini.
Meskipun pada akhirnya pendapat Athanasius diputuskan menang, namun gereja di bagian timur masih mengakui pendapat Arius. Athanasius pun terus menerus melakukan perlawanan.  Hal ini diselesaikan setelah Athanasius meninggal (setelah tahun 373) pada synode di Konstatinopel bahwa Tuhan Bapa, Putra Tuhan, dan Roh Kudus menjadi dogma Trinitas. Jadi, perdebatan Arius dan Athanasiuslah yang melahirkan dogma trinitas.

4.     Aliran Gnostik
  1. Pengertian
Gnostik ialah suatu usaha lain untuk mendamaikan agama Kristen dengan fisafat Yunani yaitu usaha yang ingin melebur kepercayaan Kristen dengan filsafat Yunani, sehingga menjadi satu sistim.
Gnostik dari kata Yunani Gnosis, yang artinya pengetahuan. Aliran ini mengajarkan upaya kelepasan menuju Tuhan dari Iman ke pengetahuan (gnosis makrifat). Aliran gnosis ini merupakan hasil peleburan antara berbagai gagasan dalam filsafat Yunani Kuno dan Kitab Suci Kristen.
Aliran ini merupakan peleburan dari gagasan-gagasan yang diambil dari filsafat Yunani dengan unsur-unsur dari agama rahasia (agama misteri) Yunani dan gagasan dari Kitab Suci Kristen.
Aliran ini timbul dalam bentuk yang bermacam-macam dimana hal tersebut justru mewujudkan bahaya paling besar bagi agama Kristen karena merusak agama itu sendiri dari dalam.
Aliran ini merupakan aliran yang paling berbahaya bagi agama Kristen. Gnostik dinilai berbahaya bagi agama Kristen karena aliran ini menambahkan unsur-unsur dari luar selain dari ketiga dalil kepercayaan Kristen. Unsur-unsur dari luar yang ditambahkan yaitu seperti pemikiran Persia, Siria, dan Yahudi. Maka dari itu aliran-aliran dalam Gnosis bergantung pada unsur-unsur yang telah dimasukkan tadi.
Aliran yang terkenal adalah aliran Gnosis yang dipimpin oleh Marcion dari Sinopo. Ia mendirikan gereja sendiri yang menjadi saingan gereja yang resmi.
Perbedaan pandangan aliran Gnosis dengan gereja yang resmi yaitu terletak pada pertanyaan tentang Tuhan yang maha sempurna yang juga menciptakan kejahatan dan dosa, sehingga harus ditembus oleh Yesus. Kaum Gnosis mengatakan bahwa ada Tuhan yang mencipta dan Tuhan yang mengampuni.
Pandangan kaum Gnosis tentang Tuhan juga mempengaruhi pandangannya mengenai manusia. Bahwa manusia itu berdosa, tidak lagi dipandang sebagai kesalahan manusia. Jiwa manusia merupakan tempat terjadinya peperangan antara kebaikan dan kejahatan, dan manusia harus tahu serta mengerti tentang hal ini.

  1. Corak Ajaran
  1. Terdapat pertentangan mutlak antara roh sebagai asas segala kebaikan dan benda sebagai asas segala kejahatan;
  2. Penciptaan bukanlah oleh Tuhan/Allah, melainkan oleh tokoh rohani yang lebih rendah yang bersifat rohani;
  3. Kelepasan hanya dapat dicapai oleh sekelompok kecil orang yang berhasil naik dari iman ke pengetahuan (gnosis).
Apabila dilihat dari sisi filsafat Gnostik yaitu tidak begitu besar artinya karena ajarannya lebih dikuasai oleh fantasi daripada oleh akal sehat.
Meskipun pengetahuan dipandang tinggi oleh mereka, namun dari sisi kefilsafatan penganut gnostisisme dianggap kurang penting. Hal ini dikarenakan mereka mencampuradukkan unsur-unsur kefilsafatan, mitos, dan Injil secara tidak kritik yang didalamnya khayalan merupakan sesuatu yang lebih besar peranannya dibanding dengan pemikiran. Hal ini tampak pada tulisan gnostik yang berjudul Kebijaksanaan Iman.
Para penganut gnostisisme dapat dikenal melalui kutipan-kutipan yang berasal dari penentang-penentang mereka. Di dalam kelompok penentang ini termasuk juga antara lain Clemens dan Origenes, yaitu para pemimpin sekolah guru agama di Iskandaria. Mereka melanjutkan garis pemikiran Justinus dalam pemikiran Kristiani, mereka juga menampilkan pengetahuan yang benar dari kepercayaan terhadap pengetahuan yang sesat dari para penganut gnostisisme. Karena pada tahun-tahun terakhir ini banyak ditemukan tulisan-tulisan tangan gnostik, maka diduga bahwa pada waktunya akan diperoleh pengetahuan yang lebih banyak mengenai hakekat dan bentuk penampilan gnosis.


5.  Aurellius Agustinus
            Merupakan filsuf kristen, kelahiran Thagaste, Numedia, tahun 354. Ia meninggal kemudian pada tahun 430. Ia sempat terombang ambing dari Manikheisme ke Skeptitisme dan Neo-platonisme. Pada akhirnya, ia dibatiskan pada tahun 387, kemudian menjadi imam pada tahun 392 dan menjadi uskup pada 396.
Augustinus di kenal sebagai filsuf yang dalam karya-karyanya mengaitkan iman dan filsafat. Ia juga di kenals ebagai seseorang yang anti terhadap Skeptitisme di kemudian hari, yang menurutnya Skeptitisme merupakan buah dari pertentangan batin.
Karya-karyanya antara lain:
1.         De Trinitate     (Tentang Trinitas)
2.         De Civitate Dei (Tentang Negara Tuhan)
3.         Confessiones   (Pengakuan-Pengakuan)


Garis besar pemikirannya:

-           Tentang ketuhanan
1.         Dasar kepastian dan kebenaran bersumber dari Tuhan, zat yang metafisis.
2.         Tuhan mengatasi segala pengertian dan pengetahuan manusia.
3.         Pengetahuan manusia tentang Tuhan bukan ini bukan itu.
4.         Ajaran Trinitas: Tuhan Esa dalam zatNya, tiga dalam pribadiNya.

-           Tentang penciptaan
1.         Menganut prinsip creatio ex nihilo atau penciptaan yang keluar dari ketiadaan.
2.         Dasar penciptaan adalah Logos dan hikmat Tuhan.
3.         Dalam akal Tuhan ada ide-ide Ilahi. Semu penciptaan berpartisipsi dari ide-ide
Ilahi ini. Manusia brperan dan berpastisipasi dengan akalnya.

Daftar Pustaka

Asdi, Endang Daruni. 1978. Sejarah Filsafat Barat Abad Pertengahann. Yogyakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Collins, Michael, and Matthew A. Price. 2006. The Story of Christianity, Menelusuri Jejak Kristianitas. Yogyakarta: Kanisius.
Curtis, A Kenneth, J Stephen Lang, and Randy Petersen. 2007. 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen,. Jakarta: Gunung Mulia.
Delfgaauw, Bernard. 1992. Sejarah Ringkas Filsafat Barat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius.
Wellem, F.D. 2003. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja . Jakarta: Gunung Mulia.


Pengalaman Apply Kerja di salah satu startup logistic di Indonesia

  As a result, we have decided to pursue other candidates who more closely fit our needs Itu adalah kalimat yang masuk ke emailku hari ini w...