Wednesday, January 17, 2018

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas UTS Pendidikan Pancasila







Disusun Oleh :
Nama  : Lulu Aundhia Allam
NIM    : -------


PROGRAM STUDI S1 SASTRA INGGRIS
SEKOLAH TINGGI BAHASA ASING LIA YOGYAKARTA
2017


PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Abstrak
            Pancasila ditentukan sebagai suatu dasar filsafat dalam kehidupan bersama suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukanlah sekedar suatu preferensi, melainkan suatu realitas objektif. Konstelasi bangsa dan negara Indonesia yang secara geopolitik, terdiri atas beribu-ribu pulau, berbagai macam suku, ras, budaya, kelompok, dan agama, mengharuskan bangsa Indonesia untuk hidup bersama, dalam suatu negara dalam segala perbedaan dan keanekaragaman (Bhinneka Tunggal Ika). Rumusan Pancasila yang telah disepakati oleh para founding fathers bangsa Indonesia, secara objektif dikagumi oleh seorang ahli tentang Indonesia, dari Cornell University USA, George Mc Turner Kahin dan Filsuf Besar Bertrand Russell. Pancasila merupakan karya besar bangsa Indonesia di tengah-tengah pandangan filsafat dan ideologi besar dunia dewasa ini.
Kata kunci :pancasila, filsafat, Indonesia

Abstract
Pancasila is defined as a foundation of philosophy in the common life of an Unitary State of the Republic of Indonesia, not merely a preference, but an objective reality. The geopolitical constellation of the nation and state of Indonesia, comprised of thousands of islands, various tribes, races, cultures, groups and religions, requires the Indonesian people to live together, within a country in all diversity (Bhinneka Tunggal Ika). The formulation of Pancasila agreed by the founding fathers of the Indonesian nation is objectively admired by an expert on Indonesia, from Cornell University USA, George Mc Turner Kahin and the Great Philosopher Bertrand Russell. Pancasila is the great work of the Indonesian nation in the midst of the great philosophical and ideological view of the world today.
Keywords:pancasila, philosophy, Indonesia

Pendahuluan
Pancasila merupakan suatu pandangan hidup bangsa yang nilai-nilainya sudah ada sebelum secara yuridis bangsa Indonesia membentuk negara. Bangsa Indonesia secara historis ditakdirkan oleh Tuhan YME, berkembang melalui suatu proses dan menemukan bentuknya sebagai suatu bangsa dengan jati dirinya sendiri. Menurut M. Yamin, berdirinya negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap yaitu : pertama, zaman Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra yang bercirikan kedatuan (sejak 600), kedua negara kebangsaan zaman Majapahit yang bercirikan keprabuan (1293-1525), kemudian ketiga negara kebangsaan modern, yaitu negara Indonesia yang merdeka (17 Agustus 1945).
Makalah ini akan membahas mengenai pengertian filsafat, mulai dari dasar-dasar, cirri-ciri berfikir filsafat, aliran-aliran filsafat, filsafat Pancasila, dasar ontologis, epistemologis, dan dasar aksiologis Pancasila. Akan dijelaskan secara singkat atau secara garis besar saja dalam makalah ini namun sudah mencakup semua materi Pancasila sebagai Sistem Filsafat.

Pembahasan
A.    Pancasila sebagai Filsafat Hidup Bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, tentunya memiliki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala Indonesia akan mencapai fase nasionalisme modern, diletakkanlah prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam hidup berbangsa dan bernegara. Para pendiri negara menyadari akan pentingnya dasar filosofi ini, kemudian melakukan suatu penyelidikan yang dilakukan oleh badan yang akan meletakkan dasar filsafat bangsa dan negara yakni BPUPKI. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para peletak dasar negara tersebut yang diangkat dari filsafat hidup bangsa Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat negara yaitu Pancasila. Hal ini merupakan suatu alasan ilmiah rasional dalam ilmu filsafat, bahwa salah satu lingkup pengertian filsafat adalah fungsinya sebagai suatu pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa tertentu (Titus, 1984).
Berdasarkan suatu kenyataan sejarah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa filsafat Pancasila sebagai suatu pandangan hidup bangsa Indonesia, merupakan suatu kenyataan objektif yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Dalam pengertian inilah maka diistilahkan bahwa bangsa Indonesia sebagai kausa materialis dari Pancasila. Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat, suatu bangsa senantiasa memiliki pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing yang berbeda dengan bangsa lain di dunia. Bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki pandangan hidup yang sama dengan bangsa Inggris misalnya, karena bangsa Inggris ditakdirkan tidak pernah dijajah, sedangkan bangsa kita Indonesia telah berkali-kali dijajah oleh negara asing.

B.    Pengertian Ilmu dan Filsafat
Ilmu yang pertama kali muncul di dunia adalah ilmu filsafat, sebelum ilmupengetahuan berkembang seperti saat ini. Kemudian karena perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia terutama pada abad pertengahan, muncul ilmu pengetahuan khusus seperti ilmu-ilmu alam, fisika, biologi, kimia, kedokteran, antropologi, ekonomi, psikologi, dan lain sebagainya. Ilmu-ilmu tersebut memisahkan diri dari ilmu filsafat dikarenakan objek material ilmu memerlukan metode yang lebih memadai serta khusus. Karena objek material filsafat sangat umum dan luas. Maka dalam pengertian inilah filsafat disebut sebagai “induk” atau “ibu” dari ilmu pengetahuan atau mater scientiarum (Mudhofir, 1985).
Meski dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat namun bukan berarti hubungan ilmu filsafat dengan ilmu-ilmu tersebut menjadi terputus. Terdapat hubungan timbal balik antara ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pengetahuan ilmiah agar pembahasan bersifat rasional, mendalam, runtut, dan tidak menimbulkan kesalahan. Dewasa ini ilmu dapat menyediakan sejumlah besar bahan yang berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafat yang tepat dan sejalan dengan pengetahuan ilmiah.
            Pengertian Filsafat
Dari segi Etimologis. Istilah “filsafat” dalam bahasa Indonesia mempunyai padanan “falsafah” dalam kata Arab. Sedangan menurut kata Inggris “philosophy”, kata Latin “philosophia”, kata Belanda “philosophie”, kata Jerman “philosophier”, kata Perancis “philosophie” yang semua itu apabila diterjemahkan dalam kata Indonesia yakni “filsafat”. Menurut Harun Nasution, istilah “falsafah” berasal dari bahasa Yunani “philein” dan kata ini mengandung arti “cinta” dan “sophos” artinya hikmah (wisdom) (Nasution, 1973).
Lingkup Pengertian Filsafat
Filsafat memiliki bidang bahasan yang sangat luas yaitu segala sesuatu baik bersifat kongkrit maupun abstrak. Maka untuk mengetahui lingkup pengertian filsafat terlebih dahulu perlu dipahami objek material dan formal ilmu filsafat sebagai berikut :
Objek Material filsafat, yaitu objek pembahasan filsafat yang meliputi segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit seperti manusia, alam, binatang, benda, dan lain sebagainya, maupun suatu yang bersifat abstrak misalnya nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup dan lain sebagainya.
Objek Formal filsafat, adalah cara memandang seorang peneliti terhadap objek material tersebut, suatu objek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu terdapat berbagai macam sudut pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang filsafat, antara lain dari sudut pandang pengetahuan terdapat bidang epistemologi, dari sudut pandang nilai terdapat bidang aksiologi, keberadaan bidang ontologi, tingkah laku baik buruk bidang etika, keindahan bidang estetika dan masih terdapat sudut pandang lainnya yang lebih khusus misalnya filsafat sosial, filsafat hukum, filsafat bahasa, dan sebagainya. Berikut berbagai bidang lingkup pengertian filsafat.
a)     Filsafat sebagai Suatu Kebijaksanaan yang Rasional dari Segala sesuatu.
b)     Filsafat sebagai Suatu Sikap dan Pandangan Hidup.
c)     Filsafat sebagai Suatu Kelompok Persoalan.
d)     Filsafat sebagai Suatu Kelompok Teori dan Sistem Pemikiran.
e)     Filsafat sebagai Suatu Proses Kritis dan Sistematis dari Segala Pengetahuan Manusia.
f)      Filsafat sebagai Usaha untuk Memperoleh Pandangan yang Komprehensif.

C.    Ciri-ciri Berfikir dalam Ilmu Filsafat
a)     Bersifat kritis. Suatu kegiatan berfikir secara kefilsafatan senantiasa bersifat kritis yaitu senantiasa mempertanyakan segala sesuatu, problema-problema, atau hal-hal lain yang sedang dihadapi oleh manusia. Oleh karena itu ciri berfikir secara kefilsafatan senantiasa bersifat dinamis.
b)     Bersifat terdalam. Bukan hanya sampai fakta-fakta yang sifatnya sangat khusus dan empiris belaka namun sampai pada intinya yang terdalam yaitu substansinya yang bersifat universal. Sifat ini juga disebut dengan berfikir secara radikal, yang berarti ke radixnya, sampai ke adanya sesuatu gejala yang hendak dipermasalahkan. Dengan jalan penjagaan yang bersifat radikal tersebut sampailah pada kesimpulan-kesimpulan yang terdalam yang bersifat universal (Hassan, 1976: 9).
c)     Bersifat konseptual. Berfikir secara kefilsafatan bukan hanya sampai pada persepsi belaka namun sampai pada pengertian-pengertian yang bersifat konseptual. Perenungan kefilsafatan adalah kegiatan akal budi dan mental manusia yang berusaha untuk menyusun suatu bagan yang bersifat konseptual yang merupakan hasil generalisasi serta abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal yang sifatnya khusus dan individual (Kattsoff, 1986: 7).
d)     Koheren (runtut). Berfikir secara kefilsafatan bukanlah merupakan suatu pemikiran yang acak, kacau, dan fragmentaris. Pemikiran kefilsafatan berusaha menyusun suatu bagan yang konseptual yang koheren atau runtut.
e)     Bersifat rasional. Suatu bagan pemikiran kefilsafatan berusaha menyusun dengan bagan konseptual yang rasional adalah bagan yang bagian-bagiannya berhubungan secara logis diantara satu dan lainnya. Jadi dalam suatu pemikiran kefilsafatan bagian-bagiannya senantiasa memiliki hubungan yang bersifat logis.
f)      Bersifat menyeluruh (komprehensif). Hal ini berarti bahwa suatu pemikiran kefilsafatan bukan hanya berdasar pada suatu fakta yang khusus dan individual saja, namun pemikiran kefilsafatan harus sampai pada suatu kesimpulan yang sifatnya paling umum. Suatu pemikiran kefilsafatan harus bersifat komprehensif, artinya tidak ada sesuatupun yang diluar jangkauannya (Kattsoff, 1986: 12).
g)     Bersifat universal. Sifat universal berarti sampai pada suatu kesimpulan yang bersifat umum bagi seluruh umat manusia dimanapun, kapanpun, dan dalam keadaan apapun.
h)     Bersifat spekulatif. Spekulatif yaitu pengajuan dugaan-dugaan yang masuk akal (rasional) yang melampaui batas-batas fakta.
i)      Bersifat sistematis. Pemikiran kefilsafatan senantiasa memiliki bagian-bagian dan diantara bagian-bagian tersebut senantiasa berhubungan antara satu dengan lainnya.
j)      Bersifat bebas. Suatu bentuk pengekangan intelektual adalah peniadaan kebebasan atas berfikir. Sifat berfikir secara kefilsafatan adalah berfikir secara bebas untuk sampai pada hakikat yang terdalam dan universal.

D.    Cabang-cabang Filsafat dan Aliran-alirannya
Cabang-cabang pokok filsafat :
a)     Metafisika
1.     Ontologi
2.     Kosmologi
3.     Antropologi
b)     Epistemologi
1.     Rasionalisme
2.     Empirisme
3.     Realisme
4.     Kritisisme
5.     Positivisme
6.     Skeptisisme
7.     Pragmatisme
c)     Metodologi
d)     Logika
e)     Etika
1.     Etika deskriptif
2.     Etika normatif
3.     Metaetika
Aliran dalam bidang Etika :
1.     Idealisme
2.     Etika teleologi
3.     Hedonisme
4.     Utilitarianisme
5.     Intuisionisme
f)      Estetika
g)     Filsafat hukum
h)     Filsafat bahasa
i)      Filsafat sosial
j)      Filsafat ilmu
k)     Filsafat politik
l)      Filsafat kebudayaan
m)   Filsafat lingkungan

E.    Filsafat Pancasila
Pengertian Filsafat Pancasila
            Pengertian filsafat Pancasila adalah pembahasan Pancasila secara filsafati, yaitu pembahasan Pancasila sampai hakikatnya yang terdalam (sampai intinya yang terdalam). Dari objek materinya maka pengertian filsafat Pancasila yaitu : suatu sistem pemikiran yang rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa, negara, dan masyarakat Indonesia yang nilai-nilainya telah ada dan digali dari bangsa Indonesia sendiri (Notonagoro, 1980: 35).
            Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Sistem yang dimaksud adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.     Suatu kesatuan bagian-bagian
2.     Bagian-bagia tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3.     Saling berhubungan, saling ketergantungan
4.     Semuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
5.     Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974: 22).
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila setiap sila padahakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri tujuan tertentu, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Dasar filsafat negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asas peradaban. Namun demikian sila-sila Pancasila itu bersama-sama merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, setiap sila merupakan suatu unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan Pancasila. Maka dasar filsafat negara Pancasila adalah suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal. Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terpisah dari sila lainnya.
Dalam Kursus Pancasila 5 Juli 1958 Soekarno menyatakan bahwa “Pancasila kelima-lima silanya adalah merupakan satu kesatuan yang tak boleh dipisah-pisahkan satu sama lainnya, atau diambil sekadar sebagian dari padanya” (Soekarno, 1958: 186). Jadi kelima sila dalam Pancasila itu merupakan suatu kesatuan, sehingga setiap sila merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sila-sila lainnya. Kesatuan tersebut berdasarkan hakikat dalam Pancasila, yaitu didasarkan pada pandangan filosofisnya, yaitu meliputi dasar ontologis, epistemologis, dan dasar aksiologis.

F.     Dasar Ontologis Filsafat Pancasila
Dasar Ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia (Notonagoro, 1975 : 23).
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkhis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila yang lainnya (Notonagoro, 1975: 53)
G.   Dasar Epistemologis Filsafat Pancasila
Dasar Epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologinya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila (Poespowardojo, 1991 : 50). Oleh karena itu dasar epostemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila, maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi, yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia (Pranarka, 1996 : 32). Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu : pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia (Titus, 1984 : 20).

H.    Dasar Aksiologis Filsafat Pancasila
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierarkhinya. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat kita kelompokkan pada dua macam sudut pandang yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai yaitu manusia, hal ini bersifat subjektif namun juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya sesuatu itu memang pada dirinya sendiri memang bernilai, hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.

Penutup
Kesimpulan
            Dari uraian mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, tampak jelas bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila termasuk dalam tingkatan nilai yang tinggi, dengan urutan sila Ketuhanan Yang Maha Esa menduduki tingkatan dan bobot nilai tertinggi, karena jelas mengandung nilai religius. Kemudian dibawahnya adalah keempat nilai manusiawi dasar. Apabila keempat nilai manusiawi dasar itu akan diberikan tingkatan dan bobot nilainya layak dinyatakan berada di bawah nilai ketuhanan. Nilai keadilan sebagai salah satu nilai manusiawi dasar, dalam hubungannya dengan tingkatan dan bobot nilainya kiranya harus diletakkan dalam tempat ketiga di bawah nilai kemanusiaan. Namun sesuai dengan sifat dasar bangsa Indonesia yang sangat menekankan kerukunan, maka nilai persatuan mempunyai nilai yang lebih tinggi dari kerakyatan, karena nilai kerakyatan merupakan sarana yang perlu untuk mencapai persatuan.
            Telah dijelaskan pula bahwa Pancasila merupakan dasar filsafat negara Indonesia. Nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dulu yaitu sejak lahirnya bangsa Indonesia sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945. Pancasila telah diyakini secara epistemologis sehingga dijadikan dasar atau pedoman bagi manusia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara, tentang makna hidup serta sebagai dasar dan pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Filsafat dalam pengertian ini telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan yang menyangkut praksis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupannya.


Daftar Pustaka

Kaelan. (2013). Negara Kebangsaan Pancasila. Yogyakarta: PARADIGMA.

No comments:

Post a Comment

Pengalaman Apply Kerja di salah satu startup logistic di Indonesia

  As a result, we have decided to pursue other candidates who more closely fit our needs Itu adalah kalimat yang masuk ke emailku hari ini w...