Sunday, January 21, 2018

Cultuurstelsel (Tanam Paksa)

Cultuurstelsel (harafiah: Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagai Sistem Budi Daya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Pada praktiknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan untuk praktik cultuurstelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian.
Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940.
Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839.
Cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah muncul berbagai kritik dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870, yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia.
Tujuan :
Mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, guna menutupi kekosongan kas negara atau menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan dan untuk membayar utang-utang negara.
Aturan :
·        Tuntutan kepada setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.
·        Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.
·        Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
·        Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan
·        Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat
·        Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan di tanggung pemerintah Belanda
·        Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa
Pokok-Pokok Sistem Tanam Paksa :
Cultuurstelsel diberlakukan  dengan  tujuan  memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam waktu relatif singkat. Dengan harapan utang-utang Belanda yang besar dapat diatasi. Berikut ini pokok-pokok  cultuurstelsel.
1)      Rakyat wajib menyiapkan 1/5 dari lahan garapan untuk ditanami tanaman wajib.
2)      Lahan tanaman wajib bebas pajak, karena hasil yang disetor sebagai pajak.
3)      Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak akan dikembalikan.
4)      Tenaga dan waktu  yang diperlukan  untuk  menggarap tanaman wajib, tidak  boleh melebihi waktu yang diperlukan untuk menanam padi.
5)      Rakyat yang tidak  memiliki  tanah wajib bekerja selama 66 hari dalam setahun di perkebunan atau pabrik milik  pemerintah.
6)      Jika terjadi kerusakan atau gagal panen, menjadi tanggung jawab pemerintah.
7)      Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada para penguasa pribumi (kepala desa).
Melihat aturan-aturannya, sistem tanam paksa tidak terlalu memberatkan, namun pelaksanaannya sangat menekan dan memberatkan rakyat. Adanya cultuur procent menyangkut upah yang diberikan kepada penguasa pribumi berdasarkan besar kecilnya setoran, ternyata cukup memberatkan beban rakyat. Untuk mempertinggi upah yang diterima, para penguasa pribumi berusaha memperbesar setoran, akibatnya timbulah penyelewengan-penyelewengan, antara lain sebagai berikut.
1)      Tanah yang disediakan melebihi 1/5, yakni 1/3 bahkan 1/2, malah ada seluruhnya, karena seluruh desa dianggap subur untuk tanaman wajib.
2)      Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani.
3)      Tenaga kerja yang semestinya dibayar oleh pemerinah tidak dibayar.
4)      Waktu yang dibutuhkan tenyata melebihi waktu penanaman padi.
5)      Perkerjaan di perkebunan atau di pabrik, ternyata lebih berat daripada di sawah.
6)      Kelebihan hasil yang seharusnya dikembalikan kepada petani, ternyata tidak dikembalikan.
Akibat Tanam Paksa :
Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan cenderung untuk mengadakan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh karena itu, sistem tanam paksa menimbulkan akibat sebagai berikut.
Bagi Indonesia (Khususnya Jawa)
·        Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
·        Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila gagal panen.
·        Akibat bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan.
·        Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
·        Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga angka kematian meningkat drastis.
Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian ini mengakibatkan jumlah penduduk menurun drastis. Di samping itu, juga terjadi penyakit busung lapar (hongorudim) di mana-mana.
Bagi Belanda.
Apabila sistem tanam paksa telah menimbulkan malapetaka bagi bangsa Indonesia, sebaliknya bagi bangsa Belanda ialah sebagai berikut:
·        Keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda.
·        Hutang-hutang Belanda terlunasi.
·        Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.
·        Kas Negeri Belanda yang semula kosong dapat terpenuhi.
·        Amsterdam berhasil dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia.
·        Perdagangan berkembang pesat


Pelaksanaan Sistem tanam paksa tertuang dalam ketentuan-ketentuan pokok dalam Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1834, no 22 berbunyi sebagai berikut:
·        Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman dagangan yang dapat dijual di pasaran Eropa.
·        Bagian dari tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan in tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
·        Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
·        Bagian dari tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
·        Tanaman dagangan yang dihasilkan di tanah-tanah yang disediakan, wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda; jika nilai hasil-hasil tanaman dagangan yang ditaksir melebihi pajak yang harus dibayar rakyat, maka selisih positifnya harus diserahkan kepada rakyat.
·        Panen tanaman dagangan yang gaagl harus dibebankan kepada pemerintah, sedikit-dikitnya jika kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurang rajin atau ketekunan pihak rakyat.

·        Penduduk desa mengerjakan tanah – tanah meeka dibawah pengawasan kepala –kepala mereka, sedangkan pegawai – pegawai Eropa hanya membatasi diri pada pengawasan apakah pengawasan pembajakan tanah, panen, dan pengangkutan tanaman – tanaman agar berjalan dengan baik dan tepat waktu. 

Sumber : wikipedia     

No comments:

Post a Comment

Pengalaman Apply Kerja di salah satu startup logistic di Indonesia

  As a result, we have decided to pursue other candidates who more closely fit our needs Itu adalah kalimat yang masuk ke emailku hari ini w...